Welcome to my blogspot ( Ivank )
Disini Saya hanya menyediakan beberapa informasi aja yang bisa agan-agan baca..,yang cukup menarik., mengejutkan.., mengerikan..aneh...ya paling tidak bisa mengisi waktu agan yang lagi jenuh,, mungkin putus cinta penyebab nya, atw lagi jenuh dengan kuliah nya..bahkan apa lah gtu..come on..cekydot aja disini...hahahaha..sekian aja dah..thnks gan buat yang udah baca....!!

Sabtu, 25 Juni 2011

Internet Download Manager + Patch

nah., kali ini ane mau bagi - bagi la dikit apa yang ane punya bwt agan., ane punya aplikasi yang ya pasti semua orang pada udah tau. Siapa yang nggak kenal dengan IDM. pasti nya semua udah tau, suatu software yang membantu kita dalam proses mendownload apa aja dengan waktu yang relatif singkat, namun juga tergantung pada jaringan yang digunakan. ya sudah tanpa banyak basa - basi ane langsung kasih aja nih link nya bwt agan - agan. monggo.. ane hanya ingin berbagi ilmu dan apa yang ane udah punya. karna ada pepatah mengatakan, jika anda membagikan ilmu yang anda miliki., maka ilmu yang akan anda terima pun juga bakalan lebih dari pada sebelumnya. oke.. cekydot aj nih gan
IDM.EXE
http://www.4shared.com/file/O2W-d2bx/IDM606BetaBuild5.html

Patch
http://www.4shared.com/file/EZykoU0z/patch-idm.html

Cara melihat Password Wifi

naah, buat yang suka internetan dan ingin gratisan, download tool yang satu ini,berfungsi buat melihat password yang memprotect jalur akses wireless

Cara penggunaan Wireless Key View :

1. Download WirelessKey

2. Matikan semua antivirus yang terpasang, antivirus akan mendeteksi software ini sebagai virus, padahal bukan

3. Ekstrak filenya

4. Jalankan WirelessKeyView.exe (Bagi win vista & 7 klik kanan, pilih "Run As Administrator")

5. Lihat password WiFi yang terdeteksi,masukkan di halaman login WiFi.

6. Dan selamat menikmati

silahkan klik link dibawah ini :
http://www.4shared.com/file/SeFxaDyg/WKG.html

Landasan Bimbingan dan Konseling

A. Pendahuluan
Layanan bimbingan dan konseling merupakan bagian integral dari pendidikan di Indonesia. Sebagai sebuah layanan profesional, kegiatan layanan bimbingan dan konseling tidak bisa dilakukan secara sembarangan, namun harus berangkat dan berpijak dari suatu landasan yang kokoh, yang didasarkan pada hasil-hasil pemikiran dan penelitian yang mendalam. Dengan adanya pijakan yang jelas dan kokoh diharapkan pengembangan layanan bimbingan dan konseling, baik dalam tataran teoritik maupun praktek, dapat semakin lebih mantap dan bisa dipertanggungjawabkan serta mampu memberikan manfaat besar bagi kehidupan, khususnya bagi para penerima jasa layanan (klien).
Agar aktivitas dalam layanan bimbingan dan konseling tidak terjebak dalam berbagai bentuk penyimpangan yang dapat merugikan semua pihak, khususnya pihak para penerima jasa layanan (klien) maka pemahaman dan penguasaan tentang landasan bimbingan dan konseling khususnya oleh para konselor tampaknya tidak bisa ditawar - tawar lagi dan menjadi mutlak adanya..
Berbagai kesalahkaprahan dan kasus malpraktek yang terjadi dalam layanan bimbingan dan konseling selama ini,– seperti adanya anggapan bimbingan dan konseling sebagai “polisi sekolah”, atau berbagai persepsi lainnya yang keliru tentang layanan bimbingan dan konseling,- sangat mungkin memiliki keterkaitan erat dengan tingkat pemahaman dan penguasaan konselor.tentang landasan bimbingan dan konseling. Dengan kata lain, penyelenggaraan bimbingan dan konseling dilakukan secara asal-asalan, tidak dibangun
di atas landasan yang seharusnya.  Oleh karena itu, dalam upaya memberikan pemahaman tentang landasan bimbingan dan konseling, khususnya bagi para konselor, melalui tulisan ini akan dipaparkan tentang beberapa landasan yang menjadi pijakan dalam setiap gerak langkah bimbingan dan konseling.

B. Landasan Bimbingan dan Konseling
Membicarakan tentang landasan dalam bimbingan dan konseling pada dasarnya tidak jauh berbeda dengan landasan-landasan yang biasa diterapkan dalam pendidikan, seperti landasan dalam pengembangan kurikulum, landasan pendidikan non formal atau pun landasan pendidikan secara umum. Landasan dalam bimbingan dan konseling pada hakekatnya merupakan faktor-faktor yang harus diperhatikan dan dipertimbangkan khususnya oleh konselor selaku pelaksana utama dalam mengembangkan layanan bimbingan dan konseling. Ibarat sebuah bangunan, untuk dapat berdiri tegak dan kokoh tentu membutuhkan fundasi yang kuat dan tahan lama. Apabila bangunan tersebut tidak memiliki fundasi yang kokoh, maka bangunan itu akan mudah goyah atau bahkan ambruk. Demikian pula, dengan layanan bimbingan dan konseling, apabila tidak didasari oleh fundasi atau landasan yang kokoh akan mengakibatkan kehancuran terhadap layanan bimbingan dan konseling itu sendiri dan yang menjadi taruhannya adalah individu yang dilayaninya (klien). Secara teoritik, berdasarkan hasil studi dari beberapa sumber, secara umum terdapat empat aspek pokok
yang mendasari pengembangan layanan bimbingan dan konseling, yaitu landasan filosofis, landasan psikologis, landasan sosial-budaya, dan landasan ilmu pengetahuan (ilmiah) dan teknologi. Selanjutnya, di bawah ini akan dideskripsikan dari masing-masing landasan bimbingan dan konseling tersebut :

1. Landasan Filosofis
Landasan filosofis merupakan landasan yang dapat memberikan arahan dan pemahaman khususnya bagi konselor dalam melaksanakan setiap kegiatan bimbingan dan konseling yang lebih bisa dipertanggungjawabkan secara logis, etis maupun estetis.Landasan filosofis dalam bimbingan dan konseling terutama berkenaan dengan usaha mencari jawaban yang hakiki atas pertanyaan filosofis tentang : apakah manusia itu ? Untuk menemukan jawaban atas pertanyaan filosofis tersebut, tentunya tidak dapat dilepaskan
dari berbagai aliran filsafat yang ada, mulai dari filsafat klasik sampai dengan filsafat modern dan bahkan filsafat post-modern. Dari berbagai aliran filsafat yang ada, para penulis Barat .(Victor Frankl, Patterson, Alblaster & Lukes, Thompson & Rudolph, dalam Prayitno, 2003) telah mendeskripsikan tentang hakikat manusia sebagai berikut :
  • Manusia adalah makhluk rasional yang mampu berfikir dan mempergunakan ilmu untuk meningkatkan perkembangan dirinya. 
  • Manusia dapat belajar mengatasi masalah-masalah yang dihadapinya apabila dia berusaha memanfaatkan kemampuan-kemampuan yang ada pada dirinya.  
  • Manusia berusaha terus-menerus memperkembangkan dan menjadikan dirinya sendiri khususnya melalui pendidikan. 
  • Manusia dilahirkan dengan potensi untuk menjadi baik dan buruk dan hidup berarti upaya untuk mewujudkan kebaikan dan menghindarkan atau setidak- tidaknya mengontrol keburukan. 
  • Manusia memiliki dimensi fisik, psikologis dan spiritual yang harus dikaji secara mendalam. 
  • Manusia akan menjalani tugas-tugas kehidupannya dan kebahagiaan manusia terwujud melalui pemenuhan tugas-tugas kehidupannya sendiri. 
  • Manusia adalah unik dalam arti manusia itu mengarahkan kehidupannya sendiri. 
  • Manusia adalah bebas merdeka dalam berbagai keterbatasannya untuk membuat pilihan-pilihan yang menyangkut perikehidupannya sendiri. Kebebasan ini memungkinkan manusia berubah dan menentukan siapa sebenarnya diri manusia itu dan akan menjadi apa manusia itu. 
  • Manusia pada hakikatnya positif, yang pada setiap saat dan dalam suasana apapun, manusia berada dalam keadaan terbaik untuk menjadi sadar dan berkemampuan untuk melakukan sesuatu.
Dengan memahami  hakikat  manusia tersebut  maka setiap upaya bimbingan dan
konseling diharapkan tidak menyimpang dari hakikat tentang manusia itu sendiri. 
Seorang konselor dalam berinteraksi dengan kliennya harus mampu melihat dan 
memperlakukan  kliennya sebagai sosok utuh manusia dengan berbagai dimensinya.
 
2. Landasan Psikologis
Landasan psikologis merupakan landasan yang dapat memberikan pemahaman bagi konselor tentang perilaku individu yang menjadi sasaran layanan (klien). Untuk kepentingan bimbingan dan konseling, beberapa kajian psikologi yang perlu dikuasai oleh konselor adalah tentang : (a) motif dan motivasi; (b) pembawaan dan lingkungan, (c) perkembangan individu; (d) belajar; dan (e) kepribadian.

a. Motif dan Motivasi
Motif dan motivasi berkenaan dengan dorongan yang menggerakkan seseorang berperilaku baik motif primer yaitu motif yang didasari oleh kebutuhan asli yang dimiliki oleh individu semenjak dia lahir, seperti : rasa lapar, bernafas dan sejenisnya maupun motif sekunder yang terbentuk dari hasil belajar, seperti rekreasi, memperoleh pengetahuan atau keterampilan tertentu dan sejenisnya. Selanjutnya motif-motif tersebut diaktifkan dan digerakkan,– baik dari dalam diri individu (motivasi intrinsik) maupun dari luar individu (motivasi ekstrinsik)–, menjadi bentuk perilaku instrumental atau aktivitas tertentu yang mengarah pada suatu tujuan.

b. Pembawaan dan Lingkungan
Pembawaan dan lingkungan berkenaan dengan faktor-faktor yang membentuk dan mempengaruhi perilaku individu. Pembawaan yaitu segala sesuatu yang dibawa sejak lahir dan merupakan hasil dari keturunan, yang mencakup aspek psiko-fisik, seperti struktur otot, warna kulit, golongan darah, bakat, kecerdasan, atau ciri-ciri-kepribadian tertentu. Pembawaan pada dasarnya bersifat potensial yang perlu dikembangkan dan untuk mengoptimalkan dan mewujudkannya bergantung pada lingkungan dimana individu itu berada. Pembawaan dan lingkungan setiap individu akan berbeda-beda. Ada individu yang memiliki pembawaan yang tinggi dan ada pula yang sedang atau bahkan rendah. Misalnya dalam kecerdasan, ada yang sangat tinggi (jenius), normal atau bahkan sangat kurang (debil, embisil atau ideot). Demikian pula dengan lingkungan, ada individu yang dibesarkan dalam lingkungan yang kondusif dengan sarana dan prasarana yang memadai, sehingga segenap potensi bawaan yang dimilikinya dapat berkembang secara optimal. Namun ada pula individu yang hidup dan berada dalam lingkungan yang kurang kondusif dengan sarana dan prasarana yang serba terbatas sehingga segenap potensi bawaan yang dimilikinya tidak dapat berkembang dengan baik.dan menjadi tersia-siakan.

c. Perkembangan Individu
Perkembangan individu berkenaan dengan proses tumbuh dan berkembangnya individu yang merentang sejak masa konsepsi (pra natal) hingga akhir hayatnya, diantaranya meliputi aspek fisik dan psikomotorik, bahasa dan kognitif/kecerdasan, moral dan sosial.
Beberapa teori tentang perkembangan individu yang dapat dijadikan sebagai rujukan, diantaranya : (1) Teori dari McCandless tentang pentingnya dorongan biologis dan kultural dalam perkembangan individu; (2) Teori dari Freud tentang dorongan seksual; (3) Teori dari Erickson tentang perkembangan psiko-sosial; (4) Teori dari Piaget tentang perkembangan kognitif; (5) teori dari Kohlberg tentang perkembangan moral; (6) teori
dari Zunker tentang perkembangan karier; (7) Teori dari Buhler tentang perkembangan sosial; dan ( Teori dari Havighurst tentang tugas-tugas perkembangan individu semenjak masa bayi sampai dengan masa dewasa.
 Dalam menjalankan tugas-tugasnya, konselor harus memahami berbagai aspek perkembangan individu yang dilayaninya sekaligus dapat melihat arah perkembangan individu itu di masa depan, serta keterkaitannya dengan faktor pembawaan dan
lingkungan.

d. Belajar
Belajar merupakan salah satu konsep yang amat mendasar dari psikologi. Manusia belajar untuk hidup. Tanpa belajar, seseorang tidak akan dapat mempertahankan dan mengembangkan dirinya, dan dengan belajar manusia mampu berbudaya dan mengembangkan harkat kemanusiaannya. Inti perbuatan belajar adalah upaya untuk menguasai sesuatu yang baru dengan memanfaatkan yang sudah ada pada diri individu.
Penguasaan yang baru itulah tujuan belajar dan pencapaian sesuatu yang baru itulah tanda-tanda perkembangan, baik dalam aspek kognitif, afektif maupun psikomotor/keterampilan. Untuk terjadinya proses belajar diperlukan prasyarat belajar, baik berupa prasyarat psiko-fisik yang dihasilkan dari kematangan atau pun hasil belajar sebelumnya.
Untuk memahami tentang hal-hal yang berkaitan dengan 
belajar terdapat beberapa teori belajar yang bisa dijadikan rujukan, 
diantaranya adalah : (1) Teori Belajar Behaviorisme; (2) Teori Belajar 
Kognitif atau Teori Pemrosesan Informasi; dan (3) Teori Belajar Gestalt.  
Dewasa ini mulai berkembang teori belajar alternatif konstruktivisme.
 
e. Kepribadian
Hingga saat ini para ahli tampaknya masih belum menemukan rumusan tentang kepribadian secara bulat dan komprehensif.. Dalam suatu penelitian kepustakaan yang dilakukan oleh Gordon W. Allport (Calvin S. Hall dan Gardner Lindzey, 2005) menemukan hampir 50 definisi tentang kepribadian yang berbeda-beda. Berangkat dari studi yang dilakukannya, akhirnya dia menemukan satu rumusan tentang kepribadian yang dianggap lebih lengkap. Menurut pendapat dia bahwa kepribadian adalah organisasi dinamis dalam diri individu sebagai sistem psiko-fisik yang menentukan caranya yang unik dalam menyesuaikan diri terhadap lingkungannya. Kata kunci dari pengertian kepribadian adalah penyesuaian diri. Scheneider dalam Syamsu Yusuf (2003) mengartikan penyesuaian diri sebagai “suatu proses respons individu baik yang bersifat behavioral maupun mental dalam upaya mengatasi kebutuhan-kebutuhan dari dalam diri, ketegangan emosional, frustrasi dan konflik, serta memelihara keseimbangan antara pemenuhan kebutuhan tersebut dengan tuntutan (norma) lingkungan.
Sedangkan yang dimaksud dengan unik bahwa kualitas perilaku itu khas sehingga dapat dibedakan antara individu satu dengan individu lainnya. Keunikannya itu didukung oleh keadaan struktur psiko-fisiknya, misalnya konstitusi dan kondisi fisik, tampang, hormon, segi kognitif dan afektifnya yang saling berhubungan dan berpengaruh, sehingga menentukan kualitas tindakan atau perilaku individu yang bersangkutan dalam
berinteraksi dengan lingkungannya. Untuk menjelaskan tentang kepribadian individu, terdapat beberapa teori kepribadian yang sudah banyak dikenal, diantaranya : Teori Psikoanalisa dari Sigmund Freud, Teori Analitik dari Carl Gustav Jung, Teori Sosial Psikologis dari Adler, Fromm, Horney dan Sullivan, teori Personologi dari Murray, Teori Medan dari Kurt Lewin, Teori Psikologi Individual dari Allport, Teori Stimulus-Respons dari Throndike, Hull, Watson, Teori The Self dari Carl Rogers dan sebagainya. Sementara itu, Abin Syamsuddin (2003) mengemukakan tentang aspek-aspek kepribadian, yang mencakup :
  • Karakter; yaitu konsekuen tidaknya dalam mematuhi etika perilaku, konsiten tidaknya dalam memegang pendirian atau pendapat. 
  • Temperamen; yaitu disposisi reaktif seorang, atau cepat lambatnya mereaksi terhadap rangsangan-rangsangan yang datang dari lingkungan. 
  • Sikap; sambutan terhadap objek yang bersifat positif, negatif atau ambivalen. 
  • Stabilitas emosi; yaitu kadar kestabilan reaksi emosional terhadap rangsangan dari lingkungan. Seperti mudah tidaknya tersinggung, sedih, atau putus asa. 
  • Responsibilitas (tanggung jawab), kesiapan untuk menerima resiko dari tindakan atau perbuatan yang dilakukan. Seperti mau menerima resiko secara wajar, cuci tangan, atau melarikan diri dari resiko yang dihadapi. 
  • Sosiabilitas; yaitu disposisi pribadi yang berkaitan dengan hubungan interpersonal. Seperti: sifat pribadi yang terbuka atau tertutup dan kemampuan berkomunikasi dengan orang lain.
Untuk kepentingan layanan bimbingan dan konseling dan dalam upaya memahami dan mengembangkan perilaku individu yang dilayani (klien) maka konselor harus dapat memahami dan mengembangkan setiap motif dan motivasi yang melatarbelakangi perilaku individu yang dilayaninya (klien). Selain itu, seorang konselor juga harus dapat mengidentifikasi aspek-aspek potensi bawaan dan menjadikannya sebagai modal untuk memperoleh kesuksesan dan kebahagian hidup kliennya. Begitu pula, konselor sedapat mungkin mampu menyediakan lingkungan yang kondusif bagi pengembangan segenap potensi bawaan kliennya. Terkait dengan upaya pengembangan belajar klien, konselor dituntut untuk memahami tentang aspek-aspek dalam belajar serta berbagai teori belajar yang mendasarinya. Berkenaan dengan upaya pengembangan kepribadian klien, konselor kiranya perlu memahami tentang karakteristik dan keunikan kepribadian kliennya. Oleh
karena itu, agar konselor benar-benar dapat menguasai landasan psikologis, setidaknya terdapat empat bidang psikologi yang harus dikuasai dengan baik, yaitu bidang psikologi umum, psikologi perkembangan, psikologi belajar atau psikologi pendidikan dan psikologi kepribadian.
3. Landasan Sosial-Budaya
Landasan sosial-budaya merupakan landasan yang dapat memberikan pemahaman kepada konselor tentang dimensi kesosialan dan dimensi kebudayaan sebagai faktor yang mempengaruhi terhadap perilaku individu. Seorang individu pada dasarnya merupakan produk lingkungan sosial-budaya dimana ia hidup. Sejak lahirnya, ia sudah dididik dan dibelajarkan untuk mengembangkan pola-pola perilaku sejalan dengan tuntutan sosial-
budaya yang ada di sekitarnya. Kegagalan dalam memenuhi tuntutan sosial-budaya dapat mengakibatkan tersingkir dari lingkungannya. Lingkungan sosial-budaya yang melatarbelakangi dan melingkupi individu berbeda-beda sehingga menyebabkan perbedaan pula dalam proses pembentukan perilaku dan kepribadian individu yang bersangkutan. Apabila perbedaan dalam sosial-budaya ini tidak “dijembatani”, maka tidak mustahil akan timbul konflik internal maupun eksternal, yang pada akhirnya dapat menghambat terhadap proses perkembangan pribadi dan perilaku individu yang besangkutan dalam kehidupan pribadi maupun sosialnya.
Dalam proses konseling akan terjadi komunikasi interpersonal antara konselor dengan klien, yang mungkin antara konselor dan klien memiliki latar sosial dan budaya yang berbeda. Pederson dalam Prayitno (2003) mengemukakan lima macam sumber hambatan yang mungkin timbul dalam komunikasi sosial dan penyesuain diri antar budaya, yaitu :
(a) perbedaan bahasa; (b) komunikasi non-verbal; (c) stereotipe; (d) kecenderungan menilai; dan (e) kecemasan. Kurangnya penguasaan bahasa yang digunakan oleh pihak - pihak yang berkomunikasi dapat menimbulkan kesalahpahaman. Bahasa non-verbal pun sering kali memiliki makna yang berbeda-beda, dan bahkan mungkin bertolak belakang.
Stereotipe cenderung menyamaratakan sifat-sifat individu atau golongan tertentu berdasarkan prasangka subyektif (social prejudice) yang biasanya tidak tepat. Penilaian terhadap orang lain disamping dapat menghasilkan penilaian positif tetapi tidak sedikit pula menimbulkan reaksi-reaksi negatif. Kecemasan muncul ketika seorang individu memasuki lingkungan budaya lain yang unsur-unsurnya dirasakan asing. Kecemasan
yanmg berlebihan dalam kaitannya dengan suasana antar budaya dapat menuju ke culture shock, yang menyebabkan dia tidak tahu sama sekali apa, dimana dan kapan harus berbuat sesuatu. Agar komuniskasi sosial antara konselor dengan klien dapat terjalin harmonis, maka kelima hambatan komunikasi tersebut perlu diantisipasi.
Terkait dengan layanan bimbingan dan konseling di Indonesia, Moh. Surya (2006) mengetengahkan tentang tren bimbingan dan konseling multikultural, bahwa bimbingan dan konseling dengan pendekatan multikultural sangat tepat untuk lingkungan berbudaya plural seperti Indonesia. Bimbingan dan konseling dilaksanakan dengan landasan semangat bhinneka tunggal ika, yaitu kesamaan di atas keragaman. Layanan bimbingan
dan konseling hendaknya lebih berpangkal pada nilai-nilai budaya bangsa yang secara nyata mampu mewujudkan kehidupan yang harmoni dalam kondisi pluralistik.
4. Landasan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK)
Layanan bimbingan dan konseling merupakan kegiatan profesional yang memiliki dasar- dasar keilmuan, baik yang menyangkut teori maupun prakteknya. Pengetahuan tentang bimbingan dan konseling disusun secara logis dan sistematis dengan menggunakan berbagai metode, seperti: pengamatan, wawancara, analisis dokumen, prosedur tes, inventory atau analisis laboratoris yang dituangkan dalam bentuk laporan penelitian, buku teks dan tulisan-tulisan ilmiah lainnya.
Sejak awal dicetuskannya gerakan bimbingan, layanan bimbingan  dan konseling  telah menekankan pentingnya logika, pemikiran, pertimbangan dan pengolahan lingkungan secara ilmiah (McDaniel dalam Prayitno, 2003).
Bimbingan dan konseling merupakan ilmu yang bersifat “multireferensial”. Beberapa disiplin ilmu lain telah memberikan sumbangan bagi perkembangan teori dan praktek bimbingan dan konseling, seperti : psikologi, ilmu pendidikan, statistik, evaluasi, biologi, filsafat, sosiologi, antroplogi, ilmu ekonomi, manajemen, ilmu hukum dan agama.
Beberapa konsep dari disiplin ilmu tersebut telah diadopsi untuk kepentingan pengembangan bimbingan dan konseling, baik dalam pengembangan teori maupun prakteknya. Pengembangan teori dan pendekatan bimbingan dan konseling selain dihasilkan melalui pemikiran kritis para ahli, juga dihasilkan melalui berbagai bentuk penelitian.
Sejalan dengan perkembangan teknologi, khususnya teknologi informasi berbasis komputer, sejak tahun 1980-an peranan komputer telah banyak dikembangkan dalam bimbingan dan konseling. Menurut Gausel (Prayitno, 2003) bidang yang telah banyak memanfaatkan jasa komputer ialah bimbingan karier dan bimbingan dan konseling pendidikan. Moh. Surya (2006) mengemukakan bahwa sejalan dengan perkembangan teknologi komputer interaksi antara konselor dengan individu yang dilayaninya (klien)
tidak hanya dilakukan melalui hubungan tatap muka tetapi dapat juga dilakukan melalui hubungan secara virtual (maya) melalui internet, dalam bentuk “cyber counseling”. Dikemukakan pula, bahwa perkembangan dalam bidang teknologi komunikasi menuntut kesiapan dan adaptasi konselor dalam penguasaan teknologi dalam melaksanakan bimbingan dan konseling.
Dengan adanya landasan ilmiah dan teknologi ini, maka peran konselor didalamnya mencakup pula sebagai ilmuwan sebagaimana dikemukakan oleh McDaniel (Prayitno, 2003) bahwa konselor adalah seorang ilmuwan. Sebagai ilmuwan, konselor harus mampu mengembangkan pengetahuan dan teori tentang bimbingan dan konseling, baik berdasarkan hasil pemikiran kritisnya maupun melalui berbagai bentuk kegiatan
penelitian.
Berkenaan dengan layanan bimbingan dan konseling dalam konteks Indonesia, Prayitno (2003) memperluas landasan bimbingan dan konseling dengan menambahkan landasan paedagogis, landasan religius dan landasan yuridis-formal. Landasan paedagogis dalam layanan bimbingan dan konseling ditinjau dari tiga segi, yaitu: 
(a) pendidikan sebagai upaya pengembangan individu dan bimbingan merupakan salah satu bentuk kegiatan pendidikan; (b) pendidikan sebagai inti proses bimbingan dan konseling; dan (c) pendidikan lebih lanjut sebagai inti tujuan layanan bimbingan dan konseling.
Landasan religius dalam layanan bimbingan dan konseling ditekankan pada tiga hal pokok, yaitu : (a) manusia sebagai makhluk Tuhan; (b) sikap yang mendorong perkembangan dari perikehidupan manusia berjalan ke arah dan sesuai dengan kaidah - kaidah agama; dan (c) upaya yang memungkinkan berkembang dan dimanfaatkannya secara optimal suasana dan perangkat budaya (termasuk ilmu pengetahuan dan teknologi)
serta kemasyarakatan yang sesuai dengan dan meneguhkan kehidupan beragama untuk membantu perkembangan dan pemecahan masalah. Ditegaskan pula oleh Moh. Surya (2006) bahwa salah satu tren bimbingan dan konseling saat ini adalah bimbingan dan konseling spiritual. Berangkat dari kehidupan modern dengan kehebatan ilmu pengetahuan dan teknologi serta kemajuan ekonomi yang dialami bangsa-bangsa Barat yang ternyata telah menimbulkan berbagai suasana kehidupan yang tidak memberikan kebahagiaan batiniah dan berkembangnya rasa kehampaan. Dewasa ini sedang berkembang kecenderungan untuk menata kehidupan yang berlandaskan nilai-nilai spiritual. Kondisi ini telah mendorong kecenderungan berkembangnya bimbingan dan konseling yang berlandaskan spiritual atau religi.
Landasan yuridis-formal berkenaan dengan berbagai peraturan dan perundangan yang berlaku di Indonesia tentang penyelenggaraan bimbingan dan konseling, yang bersumber dari Undang-Undang Dasar, Undang – Undang, Peraturan Pemerintah, Keputusan Menteri serta berbagai aturan dan pedoman lainnya yang mengatur tentang penyelenggaraan bimbingan dan konseling di Indonesia.
C. Kesimpulan
Berdasarkan uraian di atas dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :
Sebagai sebuah layanan profesional, bimbingan dan konseling harus dibangun di atas landasan yang kokoh.
Landasan bimbingan dan konseling yang kokoh merupakan tumpuan untuk terciptanya layanan bimbingan dan konseling yang dapat memberikan manfaat bagi kehidupan Landasan bimbingan dan konseling meliputi : 
(a) landasan filosofis, (b) landasan psikologis; (c) landasan sosial-budaya; dan (d) landasan ilmu pengetahuan dan teknologi. Landasan filosofis terutama berkenaan dengan upaya memahami hakikat manusia,
dikaitkan dengan proses layanan bimbingan dan konseling. Landasan psikologis berhubungan dengan pemahaman tentang perilaku individu yang menjadi sasaran layanan bimbingan dan konseling, meliputi : (a) motif dan motivasi; (b) pembawaan dan lingkungan; (c) perkembangan individu; (d) belajar; dan (d) kepribadian. Landasan sosial budaya berkenaan dengan aspek sosial-budaya sebagai faktor yang
mempengaruhi terhadap perilaku individu, yang perlu dipertimbangakan dalam layanan bimbingan dan konseling, termasuk di dalamnya mempertimbangkan tentang keragaman budaya. Landasan ilmu pengetahuan dan teknologi berkaitan dengan layanan bimbingan dan konseling sebagai kegiatan ilimiah, yang harus senantiasa mengikuti laju perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang demikian pesat. Layanan bimbingan dan konseling dalam konteks Indonesia, di samping berlandaskan pada keempat aspek tersebut di atas, kiranya perlu memperhatikan pula landasan pedagodis, landasan religius dan landasan yuridis-formal.

Source :
Abin Syamsuddin Makmun. 2003. Psikologi Pendidikan. Bandung : PT Rosda Karya
Remaja.
Calvin S. Hall & Gardner Lidzey (editor A. Supratiknya). 2005. Teori-Teori Psiko
Dinamik (Klinis) : Jakarta : Kanisius
Depdiknas, 2004. Dasar Standarisasi Profesi Konseling. Jakarta : Bagian Proyek
Peningkatan Tenaga Akdemik Dirjen Dikti
Gendler, Margaret E..1992. Learning & Instruction; Theory Into Practice. New York :
McMillan Publishing.
Gerlald Corey. 2003. Teori dan Praktek Konseling dan Psikoterapi (Terj. E. Koswara),
Bandung : Refika
Gerungan 1964. Psikologi Sosial. Bandung : PT ErescoH.M. Arifin. 2003. Teori-Teori
Konseling Agama dan Umum. Jakarta. PT Golden Terayon Press.
Hurlock, Elizabeth B. 1980. Developmental Phsychology. New Yuork : McGraw-Hill
Book Company
Moh. Surya. 1997. Psikologi Pembelajaran dan Pengajaran. Bandung PPB - IKIP
Bandung
.———-2006. Profesionalisme Konselor dalam Pelaksanaan Kurikulum Berbasis
Kompetensi (makalah). Majalengka : Sanggar BK SMP, SMA dan SMK
Muhibbin Syah. 2003. Psikologi Belajar. Jakarta : PT Raja Grafindo.
Nana Syaodih Sukmadinata. 2005. Landasan Psikologi Proses Pendidikan. Bandung : P.T.
Remaja Rosdakarya
 
Prayitno, dkk. 2004. Pedoman Khusus Bimbingan dan Konseling, Jakarta : Depdiknas
.———-, dkk. 2004. Panduan Kegiatan Pengawasan Bimbingan dan Konseling, Jakarta :
Rineka Cipta
.——–2003. Wawasan dan Landasan BK (Buku II). Depdiknas : Jakarta
Sarlito Wirawan.2005. Teori-Teori Psikologi Sosial. Jakarta : Raja Grafindo
Sofyan S. Willis. 2004.Konseling Individual; Teori dan Praktek. Bandung : Alfabeta
Sumadi Suryabrata. 1984. Psikologi Kepribadian. Jakarta : Rajawali.
Syamsu Yusuf LN. 2003. Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja.. Bandung : PT
Rosda Karya Remaja
 http://www.scribd.com/doc/4108141/Bimbingan-dan-Konseling

Jumat, 24 Juni 2011

Konseling

Konseling adalah proses pemberian bantuan yang dilakukan oleh seorang ahli (disebut konselor) kepada individu yang mengalami sesuatu masalah (disebut konsele) yang bermuara pada teratasinya masalah yang dihadapi klien. Istilah ini pertama kali digunakan oleh Frank Parsons di tahun 1908 saat ia melakukan konseling karier. Selanjutnya juga diadopsi oleh Carl Rogers yang kemudian mengembangkan pendekatan terapi yang berpusat pada klien (client centered).

Perbandingan dengan Psikoterapi


Dibanding dengan psikoterapi, konseling lebih berurusan dengan klien(konseli) yang mengalami masalah yang tidak terlalu berat sebagaimana halnya yang mengalami psikopatologi, skizofrenia, maupun kelainan kepribadian.
Umumnya konseling berasal dari pendekatan humanistik dan client centered. Konselor juga berhubungan dengan permasalahan sosial, budaya, dan perkembangan selain permasalahan yang berkaitan dengan fisik, emosi, dan kelainan mental. Dalam hal ini, konseling melihat kliennya sebagai seseorang yang tidak mempunyai kelainan secara patologis. Konseling merupakan pertemuan antara konselor dengan kliennya yang memungkinkan terjadinya dialog dan bukannya pemberian terapi atau treatment. Konseling juga mendorong terjadinya penyelesaian masalah oleh diri klien sendiri.

Bidang Layanan

Konseling bisa dilakukan dalam berbagai bidang kehidupan, seperti di masyarakat, di dunia industri, membantu korban bencana alam, maupun di lingkungan pendidikan. Khusus pada dunia pendidikan tingkat dasar dan lanjutan di Indonesia, layanan ini biasa disebut bimbingan konseling (konseling sekolah) dan dilakukan oleh guru pembimbing(konselor sekolah).

KODE ETIK KONSELOR INDONESIA

KODE ETIK PROFESI KONSELOR INDONESIA

(ASOSIASI BIMBINGAN KONSELING INDONESIA)

I. PENDAHULUAN

A. PENGERTIAN

Kode Etik Bimbingan dan Konseling Indonesia;Merupakan landasan moral dan pedoman tingkah laku profesional yang dijunjung tinggi, diamalkan dan diamankan oleh setiap profesional Bimbingan dan Konseling Indonesia

B. DASAR KODE ETIK PROFESI B-K

1.Pancasila, mengingat profesi bimbingan dan konseling merupakan usaha pelayanan terhadap sesama manusia dalam rangka ikut membina warga negara Indonesia yang bertanggung jawab

2.Tuntutan profesi, yang mengacu pada kebutuhan dan kebahagiaan klien sesuai denagn norma-norma yang berlaku

II. KUALIFIKASI DAN KEGIATAN PROFESIONAL KONSELORA. KUALIFIKASI

1.Memiliki nilai, sikap. Ketrampilan, pengetahuan dan wawasan dalam bidang profesi bimbingan dan konseling

2.Memperoleh pengakuan atas kemampuan dan kewenangan sebagai konselor.

1. Nilai, sikap, ketrampilan, pengetahuan dan wawasan yang harus dimiliki konselor:

a. Konselor wajib terus-menerus berusaha mengembangkan dan menguasai dirinya

b. Konselor wajib memperlihatkan sifat-sifat sederhana, rendah hati, sabar, menepati janji, dapat dipercaya, jujur, tertib dan hormat

c. Konselor wajib memeiliki rasa tanggung jawab terhadap saran ataupun peringatan yang diberikan kepadanya, khususnya dari rekan seprofesi yang berhubungan dgn pelaksanaan ketentuan tingkah laku profesional

d. Konselor wajib mengusahakan mutu kerja yang tinggi dan tidak mengutamakan kepentingan pribadi termasuk material, finansial dan popularitas

e. Konselor wajib trampil dlm menggunakan tekhnik dan prosedur khusus dgn wawasan luas dan kaidah-kaidah ilmiah

2. Pengakuan Kewenangan

- Pengakuan Keahlian

- Kewenangan oleh organisasi profesi atas dasar wewenang yg diberikan kepadanya.

B. INFORMASI, TESTING DAN RISET

1. Penyimpanan dan penggunaan Informasi

a. Catatan tentang diri klien spt; wawancara, testing, surat-menyurat, rekaman dan data lain merupakan informasi yg bersifat rahasia dan hanya boleh dipergunakan untuk kepentingan klien.

b. Penggunaan data/informasi dimungkinkan untuk keperluan riset atau pendidikan calon konselor sepanjang identitas klien dirahasiakan.

c. Penyampaian informasi ttg klien kepada keluarganya atau anggota profesi lain membutuhkan persetujuan klien

d. Penggunaan informasi ttg Klien dalam rangka konsultasi dgn anggota profesi yang sama atau yang lain dpt dibenarkan asalkan kepentingan klien dan tidak merugikan klien.

e. Keterangan mengenai informasi profesional hanya boleh diberikan kepada orang yang berwenang menafsirkan dan menggunakannya.

2. Testing

Suatu jenis tes hanya diberikan oleh konselor yang berwenang menggunakan dan menafsirkan hasilnya.

a. Testing dilakukan bila diperlukan data yang lebih luas ttg sifat, atau ciri kepribadian subyek untuk kepentingan pelayanan

b. Konselor wajib mmebrikan orientasi yg tepat pada klien dan orang tua mengenai alasan digunakannya tes, arti dan kegunaannya.

c. Penggunaan satu jenis tes wajib mengikuti pedoman atau petunjuk yg berlaku bg tes tsb.

d. Data hasil testing wajib diintegrasikan dgn informasi lain baik dari klien maupun sumber lain

e. Hasil testing hanya dapat diberitahukan pada pihak lain sejauh ada hubungannya dgn usaha bantuan kepada klien

3. Riset

a. Dalam mempergunakan riset thdp manusia, wajib dihindari hal yang merugikan subyek

b. Dalam melaporkan hasil riset, identitas klien sebagai subyek wajib dijaga kerahasiannya.

C. PROSES PELAYANAN

1. Hubungan dalam Pemberian Pelayanan

a. Konselor wajib menangani klien selama ada kesempatan dlm hubungan antara klien dgn konselor

b. Klien sepenuhnya berhak mengakhiri hubungan dengan konselor, meskipun proses konseling belum mencapai hasil konkrit

c. Sebaliknya Konselor tidak akan melanjutkan hubungan bila klien tidak memperoleh manfaat dari hubungan tsb.

2. Hubungan dengan Klien

a. Konselor wajib menghormati harkat, martabat, integritas dan keyakinan klien

b. Konselor wajib menempatkan kepentingan kliennya diatas kepentingan pribadinya

c. Konselor tidak diperkenankan melakukan diskriminasi atas dasar suku, bangsa, warna kulit, agama, atau status sosial tertentu

d. Konselor tidak akan memaksa seseorang untuk memberi bantuan pada seseorang tanpa izin dari orang yang bersangkutan

e. Konselor wajib memebri pelayanan kepada siapapun terlebih dalam keadaan darurat atau banyak orang menghendakinya

f. Konselor wajib memberikan pelayan hingga tuntas sepanjang dikehendaki klien

g. Konselor wajib menjelaskan kepada klien sifat hubungan yg sedang dibina dan batas-batas tanggung jawab masing-masing dalam hubungan profesional

h. Konselor wajib mengutamakan perhatian terhadap klien

i. Konselor tidak dapat memberikan bantuan profesional kepada sanak saudara, teman-teman karibnya sepanjang hubunganya profesional

D. KONSULTASI DAN HUBUNGAN DENGAN REKAN SEJAWAT

1. Konsultasi dengan Rekan Sejawat

Jikalau Konselor merasa ragu dalam pemberian pelayanan konseling, maka Ia wajib berkonsultasi dengan rekan sejawat selingkungan profesi dengan seijin kliennya.

2. Alih Tangan kasus

a. Konselor wajib mengakhiri hubungan konseling dengan klien bila dia menyadari tidak dapat memberikan bantuan pada klien

b. Bila pengiriman ke ahli disetujui klien, maka menjadi tanggung jawab konselor menyarankan kepada klien dengan bantuan konselor untuk berkonsultasi kepada orang atau badan yang punya keahlian yg relevan.

c. Bila Konselor berpendapat bahwa klien perlu dikirm ke ahli lain, namun klien menolak pergi melakukannya, maka konselor mempertimbangkan apa baik dan buruknya.

III. HUBUNGAN KELEMBAGAAN

A. Prinsip Umum

1. Prinsip Umum dalam pelayanan individual, khususnya mengenai penyimpanan serta penyebaran informasi klien dan hubungan kerahasiaan antara konselor dengan klien berlaku juga bila konselor bekerja dalam hubungan kelembagaan

2. Jika konselor bertindak sebagai konsultan di suatu lembaga,Sebagai konsultan, konselor wajib tetap mengikuti dasar-dasar pokok profesi Bimbingan dan Konselor tidak bekerja atas dasar komersial.

B. Keterikatan Kelambagaan

1. Setiap konselor yang bekerja dalam siuatu lembaga, selama pelayanan konseling tetap menjaga rahasia pribadi yang dipercayakan kepadanya.

2. Konselor wajib memepertanggungjawabkan pekerjaannya kpd atasannya, namun berhak atas perlindungan dari lembaga tsb dalam menjalankan profesinya.

3. Konselor yang bekerja dalam suatu lembaga wajib mengetahu program kegiatan lembaga tsb, dan pekrjaan konselor dianggap sebagai sumbangankhas dalam mencapai tujuan lembaga tsb.

4. Jika Konselor tidak menemukan kecocokan mengenai ketentuan dan kebijaksanaan lembaga tsb, maka konselor wajib mengundurkan diri dari lembaga tersebut.

IV. PRAKTEK MANDIRI DAN LAPORAN KEPADA PIHAK LAIN

A. Konselor Praktik Mandiri

1. Konselor yang praktek mandiri (privat) dan tidak bekerja dalam hubungan kelembagaan tertentu, tetap mentaati kode etik jabatan sebagai konselor dan berhak mendapat perlindungan dari rekan seprofesi.

2. Konselor Privat wajib memperoleh izin praktik dari organisasi profesi yakni ABKIN

B. Laporan pada Pihak Lain

Jika Konselor perlu melaporkan sesuatu hal ttg klien pada pihak lain (spt: pimpinan tempat dai bekerja), atau diminta oleh petugas suatu badan diluar profesinya, dan ia wajib memberikan informasi tsb, maka dalam memberikan informasi itu ia wajib bijaksana dgn berpedoman pada suatu pegangan bhw dgn berbuat begitu klien tetap dilindungi dan tidak dirugikan.

V. KETAATAN PADA PROFESI

A. Pelaksanaan Hak dan Kewajiban

1. Dalam melaksanakan hak dan kewajibannya Konselor wajib mengaitkannya dengan tugas dan kewajibannya terhadap klien dan profesi sesuai kode etik untuk kepentingan dan kebahagiaan klien

2. Konselor tidak dibenarkan menyalahgunakan jabatannya sebagai konselor untuk maksud mencari keuntungan pribadi atau maksud lain yang merugikan klien, atau menerima komisi atau balas jasa dalam bentuk yg tidak wajar

B.Pelanggaran terhadap Kode Etik

1. Konselor wajib mengkaji secara sadar tingkah laku dan perbuatannya bahwa ia mentaati kode etik

2. Konselor wajib senantiasa mengingat bahwa setiap pelanggaran terhadap kode etik akan merugikan diri sendiri, klien, lembaga dan pihak lain yg terkait.

3. Pelanggaran terhadap kode etik akan mendapatkan sangsi berdasarkan ketentuan yang ditetapkan oleh ABKIN

RASIONAL EMOTIF TERAPI

Tujuan teori

Teori ialah serangkaian idea atau konsep yang digunakan untuk menjelaskan demensi realiti. Teori berbeza dengan idea biasa dalam hal teori dinyatakan dengan formal, dengan istilah yang jelas telah diuju atau dievaluasi dalalam berbagai cara dan konsisten dengan idea ilmia lainnya.
Berkenaan dengan teori kaunseling, penting untuk dinyatakan bahawa serangkaian idea yang membuahkan teori berguna, untuk membantu seorang kaunselor dalam menjalani tugasnya.
Analisis bermanfaat telah dilakukan oleh dua orang psikoanalisis Rapaport dan Gill (1959), yang menyatakan ada tiga model teoretis yang digunakan dalam kaunseling dan terapi.
Pertama, terdapat pernyataan yang dapat diobservasi (observational data).
Kedua, adanya proposisi teoritik (theoritical proposition) yang akan menggabungkan antara satu observasi dengan yang lainnya.
Ketiga, adanya pernyataan asumsi filosofis (philosophical assumption) atau ’meta psikologi’.


Penjelasan atau pemahaman dari sebuah teori

Menjelaskan,, dari perspektif alternatif, sebuah teori menyajikan cara untuk menginterpetasikan pristiwa dengan tujuan memahami berbagai pristiwa. Pemahaman teoretis mengandung sejenis apresiasi sensitif terhadap berbagai faktor yang mungkin shaja memiliki kontribusi terhadap pristiwa tersebut. Pemahaman tersebut tidak akan memberikan prediksi yang pasti, akan tetapi dapat memberikan kemampuan untuk mengantisipasi apa yang akan terjadi dimasa yang akan datang, paling
tidak dalam erti kemungkinan yang harus diperhitungkan.
Memahami, sebagai pemahaman, sebuah teori menyikap alasan dibalik mengapa sesuatau dapt terjadi.
Kecenderungan tahun-tahun kebelakangan ini adalah menganggap teori kaunselaing sebagai kerangka interpretatif, atau ’lensa’, yang menjadikan orna dan terapi dapat dilihat dan dimengerti dengan lebih jelas, ketimbang sebagai kelanjutan model eksplanatoris dalam makna sain tradisional. Namun bagi sebhagian orang, bergeraknya teori psikotrapi dan kaunseling kearah tersebut adalah menghawatirkan kerana ia akan membangkitkan bayang relativisme; Apakah semuanya benar ?. beberapa debat paling sengit dalam bidang ini berpusat pada masalah ini (Fisma, 1999; 2000; Rennei 2000).



Rational – Emotive – Theraphy

Another tyipe of cognitive therapy, one that includes a more elaborate set of assuptions, is known as rational – emotive therapy (RET). According to Albert Ellis (1973), the founder of RET, most people in need of therapy hold a set of irrational and self-defeating beliefs. These include such nations as; they should be competent at everyting and liked by everyone; life should always be fair; quick solutions to problems should be avaliable; and their lives should turn out a certain way. The core problem with such beliefs is that they involve absolutes ­­- "must” and ”shoulds” that allow for no exeptions, no room for making mistakes. When people with such irrational beliefs come up against real-life struggles, they often experience excessive psyichological distress. For example, when a college student who believes he must be liked by everyone isn’t invited to join a fraternity, he may view the rejection as a catastrophe and become deeply depressed, rather than feeling simply sad and disampoited.
In rational-emotive therapy, therapists confront such dysfunctional beliefs vogor ously, using a variety of techniques, including persuasion, challenge, commends, and theoretical arguments (Ellis & MacLaren, 1998).
Studies have shown that RET tecniques often do enable people to reinterprent their negative beliefs and experiences in a more positive light, decreasing the likelihood of becoming depressed (Blatt, Zuroff, Quinlan, & Pilkonis, 1996; Bruder et al, 1997).

SEJARAH HIDUP PELOPOR TEORI R-E-T

Albert Ellis dilahirkan pada tahun 1930 di Pittsburk dan kemudian menetap di New York sejak umur empat tahun. Semasa kanak-kanak beliau telah sembilan kali dimsukkan ke hospital kerana nephiritis dan seterusnya mendapat penyakit renal glycosuria pada umur 19 tahun dan kencing manis pada umur 40 tahun. Walaupun begitu beliu menikmati kehidupan yang aktif kerana beliau berfikiran positif terhadap masalah kesihatannya dan sentiasa menjaganya.
Menyadari beluau boleh mengkaunsel orang dengan baik dan gembira melakukannya, beliau mengambil keputusan untuk menjadi ahli psikologi. Selepas delapan tahun tamaT pengajian kolej, beliau memasuki program psikologi klinikal di Maktab Perguruan Columbia. Beliau mula menjalankan kaunseling perkahwinan, kaunseling keluarga dan terapi seks. Ellis percaya psikoanalisis adalah membentuk psikoterapi yang mendalam. Beliau telah dilatih dalam psikoterapi di Sekolah Karen Horney. Dari tahun 1947 hingga 1953 beliau memperaktikan analisis klasik dan psikoterapi berorientasikan analisis.
Selepas membuat kesimpulan bahaha psiko analisis adlah bentuk rawatan yang tidak saintifik dan superficikal, beliau cuba mengkaji beberapa sistem yang lain. Pada awal 1955 beliau mengabungkan terapi humanistik, falsafah dan tingkah laku untuk membentuk terapi rasional-emitif (yang sekarang dikenal sebagai terapi rasional emotif tngkahlaku). Ellis dikenala sebagai bapa teri RET. Ellis telah membina teori berasaskan kepada kognitif tapi selepas itu beliau telah meluaskan asas terinya yang memasukkan kensep tingkahlaku dan emosi. Teri ini adalah satu usaha yang konsisten untuk memperkenalkan pendekatan pemmikirn logik dan proses kongnitif di dalam kaunseling. Ellis percaya bahawa manusia mempunyai pemikiran dan kepercayaan yang tidak rasional perkara ini lah yang selalu menyebabkan gangguan emosi.


PANDANGAN TERHADAP MANUSIA
Pandangan RET tentang manusia didominasi oleh prinsip bahawa emosi, pemikiran dan perasaan trikat dengan kemas di didalam pisik manusia. RET menekankan semua manusia yang normal berfikir, berperasan dan bertindak dan merekak melakukannya secara bertukar ganti. Pemikiran manusia kerap membentuk perasaan dan tingkahlaku. Perasaan pulan memberi kesan kepada pemikiran dan tindakan. Tindakan pula meberi kesan kepada kepada pemikiran dan perasaan. Walau bagai manapun Albert Ellis (1974) lebih menekankan kepa proses berfikir.
RET menekankan bahawa individu dilahirkan dengan potensi berfikir secara rasional dan tidak rasional. Oleh kerana itu mereka berupaya mencintai, bergembira, berkembang, berintraksi degan orang lain dan mencapi kesempurnaan kendiri. Manusia juga mempunyai kecenderungan untuk merosakkan kediri, menyalahkan kendiri, mempunyai kepercayaan karut, tidak bertolak ansur, membuat kesilapan yang tidak berhenti, suka menangguh kerja, tingkah laku menghalang perkembangan dan pencapaian kesempurnaan kendiri.
Manusia adalah unik keranan ia menciptakan kepercayaan yang mengganggu dan mengulanginya kepada diri sendiri dan ini akan meneruskan gangguan kepada diri mereka. Individu juga mempunyai keupayaan menukar proses kognitif, emotif dan tingkahlaku dengan memilih untuk bertingak balas secara berbeza daripada corak sebelumnya. Ini melibatkan seseorang melatih diri untuk menolak daripada merasa terganggu dan menepis pemikiran tidak rasional degnan mengulangi pemikiran rasional kepada diri sendiri.



KONSEP UTAMA

RET menekankan bahawa emosi dan prasaan yang terganggu adalah hasil daripada pemikiran dan idea manusia. Ellis percaya bahawa gangguan emosi yang dihadapi oleh manusia adalah disebabkan oleh idea yang tersilap atau tidak logik tentang sesuatu situasi. Boleh dikatakan semua individu ingin bergembira sama ada di dalam kehidupan pribadinya atau kerjayanya emosi yang mengganggu kebahagaiaan individu ini biasanya dianggap sebagai tidak sesuai atau merosakan diri.
Terdapat emosi yang sesuai kerana ia menolong manusia mendapat apa yang dimahukan dan mengelak apa yang tidak diperlukan. Contoh emosi yang sesuai ialah gembira, seronok, sayang, ingin tahu, sedih, menyesal, kecewa dan tidak seronok. Emosi seperti marah, murung, bimbang, menyalahkan diri sendiri dan merasa tidak berguna adalah tidak sesuai keranan bukan sahaja ia menyebabkan individu merasa tidak seronok dengan diri sediri tetapi menyebabkan ia terasing dari pada orang lain. Oleh itu kaunselor RET cuba membantu kliennya mendiskriminasi antara perasaan yang sesuai dan tidak sesuai serta meningkatkan emosi ayng sesuai dan mengurangkan atau menghilangkan emosi yang tidak sesuai.
Cory (1996) berpendapat, gangguan emosi adalah disebabkan kepercayaan yang tidak rasional yang dipelajaridari orang-orang signifikan semasa kanak-kanak. Tambahan pula manusia menciptakan dogma tidak rasional serta kepercayaan karut. Selepas itu mansuia secara aktif memasukkan kepercayaan yang merosakkan diri melalui proses saranan kendiri dan ulangan kendiri. Oleh itu, ia adalah pemikiran tidak rasional yang diindokrinasikan dari awal hidup oleh diri sendiri yang membuatkan seseorang bersikap salah yang sentiasa berkembang dalam diri seseorang.
RET menekankan menyalahkan diri sendiri adalah pusat kepada gangguanan emosi. Pendekatan ini berasaskan kepada premis bahawa terdapat idea-idea yang tidak logik yang dipegang oleh individu yang menyebabkan indivudu merdsa tidak selesa dengan kehidupannya dan menghalang ia berpugsi dengan baik sebagai seornag individu yang prosuktif.
Ellis (1962) mengemukakan sebelas pemikiran yang tidak rasional yang sering dipunyai oleh manusia.

1-Individu merasa perlu untuk dikasihi atau sisayangi oleh setiap orang
yang signifikan. Jika ini merupakan tuntutan kendiri yang utama maka ketiaka tidak terpenuhi individu merasa ia tidak perhatikan ibu bapa akhirnya mencari solusi dan perhatian orang lain.
2- Adalah perlu seseorang itu lengkap, cekap dan berjaya jika ia ingin merasa ia orang yang berguna dan diharggai. Ketika matlamat kejayaan yang diimpikan itu kandas, maka ia akan berakhir dengan parasaan rendah diri merasa hidup tiada erti.

3- Sesetengah orang adalah jahat, dan kejam dan orang begini patut disalah kan dan dihukum. Persaan menyalahkan orang lain terus-menerus adalah bentuk emosi yang tidak stabil, merasa tidak dihargai, mengangap orang lain tak pandai menghargi parasaannya. Persaan seperti ini menyebabkan individu jadi pendiam dan mengurung diri.

4- Adalah teruk dan malang apa bila sesuatu yang diharapkan terjadi tidak seperti yang diharapkan. Contoh seperti kes bunuh diri diatas.

5- Perasaan tidak bahagia. Perasaan ini muncul melalui persepsi yang negativ terhadap diri sendiri ketika ditinggal orang yang dicintai, kurangya kasih sayang ibu bapa. kerana perasaan tidak bahagia akhirnta salah mengambil tindakan, seperti mengkonsumsi dada, alkohol, makrempit, bunuh diri dan lainnya.

6- Jika sesuatu itu merbahaya dan merosakkan individu sepatutnya selalu mengambil berat dan memikirkannya. Umpamanya selalu memikirkan orang yang kita cintai telah pergi untuk selamanya. Ini merupakan idea yang tidak rasional.

7- Lebih senang lari dari kesulitan dan tanggung jawab dari pada menghadapinya.

8- Kebergantungan terus menerus terhap orang lain selin individu sendiri termasuk ibu bapa, saudar, kawan dan lainnya. Ketika individu dalam kesorangan merasa tidak dapat berbuat apa-pun termasuk mengambil keputusan. Perkara seperti ini akan mendatangkan reaksi negetip terhadap penilaian kendiri.

9- Pengaruh pristiwa masa lalu. Mungkin sukar pengaruh masalalu tetapi ia tidaklah mustahil untuk mengubahkannya seperti pecandu alkohol. Masa lalu bukan satu alasan untuk merobah sikap.

10- Individu sangat megambil berat dan merasa susa hati dengan masalah orang lain.

11- Selalu ingin setiap masalah diselesaikan dengan sempurna. sedangkan tak setiap masalah boleh diselesikan dengan sempurna.

Sebelas pemikiran yang tidak rasional disebutkan itu merupakan punca yang menimbulkan problem dikalangan remaja serta mengancam daya tahan dan semangat juang untuk terus bertahan hidup menjadi generasi sebagai mana yang diharapkan.

Ellis menciptakan formula tentang prinsip gangguan emosi berdasarkan konsep A-B-C-D dan E
-A, (pristiwa).
Contoh kes; fatimah fatimah dimarahi bosnya, kernana melakukan sesuatu yang semestinya majikan fatimah tak perlu marah-marah, kerana bagi fatimah masalh itu bukanlah besar sangt.

-B, (kepercayaan).
Persepsi yang yang di rasakan oleh fatimah majikannya betul-betul benci kepada dia buktinya kesalahan sedikit sahaja ia marah dan cakap yang bukan-bukan.

-C, (emosi yang terhasil)
Fatimah merasa ia tidak dihargai, tidak dilayani sebagai mena semestinya seorang manusia, ia merasa terhina, merasa rendah diri beginilah kalau kerja dengan orang. Dan ia merasa seakan-akan hidup ini tak ada gunanya.

-D, (pertikaian)
antara kepercayaan yang dipersepsikan.
Fatimah membolak balik pemikirannya terhadap kejadian itu, kenapa bos boleh marah macam itu, mungkin ia sudah tak sukakan fatimah kerja ditempat dia, atau ia mencari alasan supaya fatimah lekas lari dari tempat kerja ini.

-E, (emosi normal).Sebetulnya menurut emosi yang normal Fatimah jangan berfikir yang bukan-bukan, bos marah bukan disebabkan ia tak sukakan Fatimah, bukan ia tidak menghargai Fatimah tapi bos marah dikerana ia betul-betul menjaga kualiti produk kerja jangan sampai dibawah standard, kalau sarikat yang rugi semua pekerja akan menerima dampaknya. Bukan bererti bos marah untuk menjelek-jelek para pekerjanya.




PROSES DAN TUJUAN TEORI R-E-T DALAM KAUNSELING
Tertapi RET menolong klien mengakui perasaan dan tingkahlakunyayang tidak sesuai, menerima tanggung jawab di atas ketidak sesuaian itu dan menentukan punca penyebab masalahnya. RET juga member langkah-langkah dalam menolong klien untuk meninggalkan idea yang tersilap, sebagai berikut:

Langkah pertama, ialah menunjukan kepada klien bahawa ia tidak logik, menolongnya memamahami bagai mana dan mengapa dan mengapa mereka menjadi begini. Kaunselor juga menunjukkan hubungan antara idea yang tidak rasional dengangan gangguan yang emosi yang dialami hingga klien merasakan hidup tidak bahagaia. Dengan berbiat demikian klien menjadi sedar keadaan yang dihadapi untuk memperbaiki fungsi gangguan emosi. Tambahan pulan celik akanl yang diperolehi dapat menolong klien mengurangkan rasa tidak berdaya dan sedih dengan menunjukkan kepada mereka bahawa mereka bukanlah mengsa kepada kuasa luaran tetapi mereka boleh mengawlnya. Celik akal ini juga mengahala klien untuk memahami hubungan antara nilai, sikap dan kata-kata ’sepatutnya’, ’seharusnya’ dan ’emestinya’. Yang telah menjadi sebati dengan diri seseorang yang selalu disarankan kepada diri sendiri sehingga menjadi idea yang tidak rasional.
Kaunselor perlu menerima maklum balas secara berterusan untuk menyemak sama ada klien benar-benar faham apa yang diajarkan oleh kaunselor . secara khususnya klien perlu menghayati tiga asas celik akal daram teori RET.

-1- Idividu secara asas menyusahkan fikiran dan perasaan melalui kepercayaannya
-2- Kesusahan pada masa kini tidak disebabkan oleh kesusahan sebelumnya.
-3- Indivudu akan berfikir secara rasional jika ia menukar cara berfikir yang tidak rasional melalui cara bekerja dan cara memeperaktikkan tingkahlaku.

Langkah kedua, ialah menolongk klien mempercayai bahawa kepercayaan seseorang boleh dicabar dan diubah. Ini membenarkan klien meneroka pemikirannya secara logik dan menentukan jika pemikiran ini sesuai – iaitu yang menyeronokkan atau atau yang dapat menolongnya mengubah situasi yang boleh dipertikaikan atau tidak sesuai dan mendatangkan ketidak selesaan dalam hidup.
Kaunselor akan memeprtikaikan idea klien yang tidak rasional secara terus menerus. Kaedah mempertikaikan ini adalah mengguna cara menyoal dan mencabar keesahan idea yang dipegang oleh klien tentang dirinya. Melalui proses ini kaunselor cuba mengajar klien mempertikaikan sendiri cara ia berfikir agar ia dapat mencapai matlamat betfikir secara rasional dengan sendiri.

Langkah akhir, melibatkan menolong klien pergi lebih dari mencabar idea yang tidak rasional iaitu mengindoktronasikan semuala secara rasional. Ini termasuk menangani idea yang tidak rasional yang utama juga membina falsafah hidup yang lebih rasional untuk mengelak ia menjadi mangsa pemikiran yang tidak rasional. Falsafah hidup melibatkan megnaganti sikap yang tidak rasional kepada yang rasional yang menolong menhilangkan emosi negatif yang mengganggu, dan tingkahlaku yang merosak diri.

TEKNIK DAN PROSEDUR R-E-T
RET membenarkan kaunselor megngunakan teknik secara fleksibel. Kaunselor boleh menggunakan teknik dan prosedur secara elektrik. Kesemua teknik tingkahlaku boleh digunakan oleh kaunselor RET. Tambahan itu Ellis menggunakan berbagaikaedah megajarklien seperti menggunakan pamlet, buku, perakam kaset, filem, projektor, komputer danlainnya. Untuk menunjukkan pemikiran tidak rasional klien yang mengganggu kehidupannya. Ellis mengakui bahawa terdapat pelbagaik teknik unutk mengaubah manusia dan didalam RET teknik utama yang dicadang kan ialah megnajar secara aktif dan direktif.
Ellis merasakan teknik seperti kartarsis, analisis mimpi, perkaitan bebas, interpretasi penentangan dan analisis transferen berjaya membantu klien mengenali pemikirannya yang tidak rasional tetap mengambil masa yang lama. Hubungan yang diwujudkan antara kaunselor dan klien secara hubungan menyokong digunakan pada peringkat permulaan proses kaunseling, untuk klien merasa ia dihormati dan dapat meluahkan prasaan.
Selepas itu kaunselor RET mula memainkan peranan yang aktif dari segi mengajar semula klien. Kaunselor menunjukkan punca ketidakrasionalan pemikiran yang menjadi gangguan hidupnya. Klien ditunjukkan ayat-ayat yang tidak rasional dan tidak logik yang selama ini telah dihayati oleh klien. Kaunselor akan cuba membuangkan idea-idea ini dari pemikiran klien, menunjukkan bagaimana berfikir semula, mencabar untuk membuat pemikiran yang dihayati adalah yang lojik dan rasional.
Ellis juga menekankan penggunaan tugasan kerja rumah yang diberi oleh kaunselor. Kerja rumah ini termasuk memberi kerja untuk dicuba oleh klien di luar sesi, menggalakkan klien mengambil resiko atau membiarkan klien merasa gagal semasa mencuba sesuatu tingkahlaku. Ini dapat membuatkan klien:

-4- Mempertikaikan idea bahawa kegagalan bukanlah suatu yang dahsyat.
-5- Bagaimana menangani perasaan kegagalan dengan berfikir lebih positif
Kerja rumah juga termasuk melakukan kerja-kerja kognitif seperti membaca bahan khusus seperti borang menolong sendiri untuk menganalisis konsep ABC dan bekerja kearah mempertikaikan pemikiran yang tidak rasional. Hasilnya klien diharapkan dapat mengantikan falsafah yang tidak rasional kepada yang rasional dan logik. Tambahan itu kaunselor mengarah klien kepada idea-idea utama yang tidak rasional yang telah menjadi budaya pemikiran masyarakat dan memberikan idaea yang rasional serta menewrkan perlindungan kepada gangguan pada masa akan datang.


Tujuan teori
Teori ialah serangkaian idea atau konsep yang digunakan untuk menjelaskan demensi realiti. Teori berbeza dengan idea biasa dalam hal teori dinyatakan dengan formal, dengan istilah yang jelas telah diuju atau dievaluasi dalalam berbagai cara dan konsisten dengan idea ilmia lainnya.
Berkenaan dengan teori kaunseling, penting untuk dinyatakan bahawa serangkaian idea yang membuahkan teori berguna, untuk membantu seorang kaunselor dalam menjalani tugasnya.
Analisis bermanfaat telah dilakukan oleh dua orang psikoanalisis Rapaport dan Gill (1959), yang menyatakan ada tiga model teoretis yang digunakan dalam kaunseling dan terapi.
Pertama, terdapat pernyataan yang dapat diobservasi (observational data).
Kedua, adanya proposisi teoritik (theoritical proposition) yang akan menggabungkan antara satu observasi dengan yang lainnya.
Ketiga, adanya pernyataan asumsi filosofis (philosophical assumption) atau ’meta psikologi’.


Penjelasan atau pemahaman dari sebuah teori

Menjelaskan,, dari perspektif alternatif, sebuah teori menyajikan cara untuk menginterpetasikan pristiwa dengan tujuan memahami berbagai pristiwa. Pemahaman teoretis mengandung sejenis apresiasi sensitif terhadap berbagai faktor yang mungkin shaja memiliki kontribusi terhadap pristiwa tersebut. Pemahaman tersebut tidak akan memberikan prediksi yang pasti, akan tetapi dapat memberikan kemampuan untuk mengantisipasi apa yang akan terjadi dimasa yang akan datang, paling
tidak dalam erti kemungkinan yang harus diperhitungkan.
Memahami, sebagai pemahaman, sebuah teori menyikap alasan dibalik mengapa sesuatau dapt terjadi.
Kecenderungan tahun-tahun kebelakangan ini adalah menganggap teori kaunselaing sebagai kerangka interpretatif, atau ’lensa’, yang menjadikan orna dan terapi dapat dilihat dan dimengerti dengan lebih jelas, ketimbang sebagai kelanjutan model eksplanatoris dalam makna sain tradisional. Namun bagi sebhagian orang, bergeraknya teori psikotrapi dan kaunseling kearah tersebut adalah menghawatirkan kerana ia akan membangkitkan bayang relativisme; Apakah semuanya benar ?. beberapa debat paling sengit dalam bidang ini berpusat pada masalah ini (Fisma, 1999; 2000; Rennei 2000).



Rational – Emotive – Theraphy

Another tyipe of cognitive therapy, one that includes a more elaborate set of assuptions, is known as rational – emotive therapy (RET). According to Albert Ellis (1973), the founder of RET, most people in need of therapy hold a set of irrational and self-defeating beliefs. These include such nations as; they should be competent at everyting and liked by everyone; life should always be fair; quick solutions to problems should be avaliable; and their lives should turn out a certain way. The core problem with such beliefs is that they involve absolutes ­­- "must” and ”shoulds” that allow for no exeptions, no room for making mistakes. When people with such irrational beliefs come up against real-life struggles, they often experience excessive psyichological distress. For example, when a college student who believes he must be liked by everyone isn’t invited to join a fraternity, he may view the rejection as a catastrophe and become deeply depressed, rather than feeling simply sad and disampoited.
In rational-emotive therapy, therapists confront such dysfunctional beliefs vogor ously, using a variety of techniques, including persuasion, challenge, commends, and theoretical arguments (Ellis & MacLaren, 1998).
Studies have shown that RET tecniques often do enable people to reinterprent their negative beliefs and experiences in a more positive light, decreasing the likelihood of becoming depressed (Blatt, Zuroff, Quinlan, & Pilkonis, 1996; Bruder et al, 1997).

SEJARAH HIDUP PELOPOR TEORI R-E-T

Albert Ellis dilahirkan pada tahun 1930 di Pittsburk dan kemudian menetap di New York sejak umur empat tahun. Semasa kanak-kanak beliau telah sembilan kali dimsukkan ke hospital kerana nephiritis dan seterusnya mendapat penyakit renal glycosuria pada umur 19 tahun dan kencing manis pada umur 40 tahun. Walaupun begitu beliu menikmati kehidupan yang aktif kerana beliau berfikiran positif terhadap masalah kesihatannya dan sentiasa menjaganya.
Menyadari beluau boleh mengkaunsel orang dengan baik dan gembira melakukannya, beliau mengambil keputusan untuk menjadi ahli psikologi. Selepas delapan tahun tamaT pengajian kolej, beliau memasuki program psikologi klinikal di Maktab Perguruan Columbia. Beliau mula menjalankan kaunseling perkahwinan, kaunseling keluarga dan terapi seks. Ellis percaya psikoanalisis adalah membentuk psikoterapi yang mendalam. Beliau telah dilatih dalam psikoterapi di Sekolah Karen Horney. Dari tahun 1947 hingga 1953 beliau memperaktikan analisis klasik dan psikoterapi berorientasikan analisis.
Selepas membuat kesimpulan bahaha psiko analisis adlah bentuk rawatan yang tidak saintifik dan superficikal, beliau cuba mengkaji beberapa sistem yang lain. Pada awal 1955 beliau mengabungkan terapi humanistik, falsafah dan tingkah laku untuk membentuk terapi rasional-emitif (yang sekarang dikenal sebagai terapi rasional emotif tngkahlaku). Ellis dikenala sebagai bapa teri RET. Ellis telah membina teori berasaskan kepada kognitif tapi selepas itu beliau telah meluaskan asas terinya yang memasukkan kensep tingkahlaku dan emosi. Teri ini adalah satu usaha yang konsisten untuk memperkenalkan pendekatan pemmikirn logik dan proses kongnitif di dalam kaunseling. Ellis percaya bahawa manusia mempunyai pemikiran dan kepercayaan yang tidak rasional perkara ini lah yang selalu menyebabkan gangguan emosi.


PANDANGAN TERHADAP MANUSIA

Pandangan RET tentang manusia didominasi oleh prinsip bahawa emosi, pemikiran dan perasaan trikat dengan kemas di didalam pisik manusia. RET menekankan semua manusia yang normal berfikir, berperasan dan bertindak dan merekak melakukannya secara bertukar ganti. Pemikiran manusia kerap membentuk perasaan dan tingkahlaku. Perasaan pulan memberi kesan kepada pemikiran dan tindakan. Tindakan pula meberi kesan kepada kepada pemikiran dan perasaan. Walau bagai manapun Albert Ellis (1974) lebih menekankan kepa proses berfikir.
RET menekankan bahawa individu dilahirkan dengan potensi berfikir secara rasional dan tidak rasional. Oleh kerana itu mereka berupaya mencintai, bergembira, berkembang, berintraksi degan orang lain dan mencapi kesempurnaan kendiri. Manusia juga mempunyai kecenderungan untuk merosakkan kediri, menyalahkan kendiri, mempunyai kepercayaan karut, tidak bertolak ansur, membuat kesilapan yang tidak berhenti, suka menangguh kerja, tingkah laku menghalang perkembangan dan pencapaian kesempurnaan kendiri.
Manusia adalah unik keranan ia menciptakan kepercayaan yang mengganggu dan mengulanginya kepada diri sendiri dan ini akan meneruskan gangguan kepada diri mereka. Individu juga mempunyai keupayaan menukar proses kognitif, emotif dan tingkahlaku dengan memilih untuk bertingak balas secara berbeza daripada corak sebelumnya. Ini melibatkan seseorang melatih diri untuk menolak daripada merasa terganggu dan menepis pemikiran tidak rasional degnan mengulangi pemikiran rasional kepada diri sendiri.



KONSEP UTAMA
RET menekankan bahawa emosi dan prasaan yang terganggu adalah hasil daripada pemikiran dan idea manusia. Ellis percaya bahawa gangguan emosi yang dihadapi oleh manusia adalah disebabkan oleh idea yang tersilap atau tidak logik tentang sesuatu situasi. Boleh dikatakan semua individu ingin bergembira sama ada di dalam kehidupan pribadinya atau kerjayanya emosi yang mengganggu kebahagaiaan individu ini biasanya dianggap sebagai tidak sesuai atau merosakan diri.
Terdapat emosi yang sesuai kerana ia menolong manusia mendapat apa yang dimahukan dan mengelak apa yang tidak diperlukan. Contoh emosi yang sesuai ialah gembira, seronok, sayang, ingin tahu, sedih, menyesal, kecewa dan tidak seronok. Emosi seperti marah, murung, bimbang, menyalahkan diri sendiri dan merasa tidak berguna adalah tidak sesuai keranan bukan sahaja ia menyebabkan individu merasa tidak seronok dengan diri sediri tetapi menyebabkan ia terasing dari pada orang lain. Oleh itu kaunselor RET cuba membantu kliennya mendiskriminasi antara perasaan yang sesuai dan tidak sesuai serta meningkatkan emosi ayng sesuai dan mengurangkan atau menghilangkan emosi yang tidak sesuai.
Cory (1996) berpendapat, gangguan emosi adalah disebabkan kepercayaan yang tidak rasional yang dipelajaridari orang-orang signifikan semasa kanak-kanak. Tambahan pula manusia menciptakan dogma tidak rasional serta kepercayaan karut. Selepas itu mansuia secara aktif memasukkan kepercayaan yang merosakkan diri melalui proses saranan kendiri dan ulangan kendiri. Oleh itu, ia adalah pemikiran tidak rasional yang diindokrinasikan dari awal hidup oleh diri sendiri yang membuatkan seseorang bersikap salah yang sentiasa berkembang dalam diri seseorang.
RET menekankan menyalahkan diri sendiri adalah pusat kepada gangguanan emosi. Pendekatan ini berasaskan kepada premis bahawa terdapat idea-idea yang tidak logik yang dipegang oleh individu yang menyebabkan indivudu merdsa tidak selesa dengan kehidupannya dan menghalang ia berpugsi dengan baik sebagai seornag individu yang prosuktif.
Ellis (1962) mengemukakan sebelas pemikiran yang tidak rasional yang sering dipunyai oleh manusia.

1-Individu merasa perlu untuk dikasihi atau sisayangi oleh setiap orang
yang signifikan. Jika ini merupakan tuntutan kendiri yang utama maka ketiaka tidak terpenuhi individu merasa ia tidak perhatikan ibu bapa akhirnya mencari solusi dan perhatian orang lain.
2- Adalah perlu seseorang itu lengkap, cekap dan berjaya jika ia ingin merasa ia orang yang berguna dan diharggai. Ketika matlamat kejayaan yang diimpikan itu kandas, maka ia akan berakhir dengan parasaan rendah diri merasa hidup tiada erti.

3- Sesetengah orang adalah jahat, dan kejam dan orang begini patut disalah kan dan dihukum. Persaan menyalahkan orang lain terus-menerus adalah bentuk emosi yang tidak stabil, merasa tidak dihargai, mengangap orang lain tak pandai menghargi parasaannya. Persaan seperti ini menyebabkan individu jadi pendiam dan mengurung diri.

4- Adalah teruk dan malang apa bila sesuatu yang diharapkan terjadi tidak seperti yang diharapkan. Contoh seperti kes bunuh diri diatas.

5- Perasaan tidak bahagia. Perasaan ini muncul melalui persepsi yang negativ terhadap diri sendiri ketika ditinggal orang yang dicintai, kurangya kasih sayang ibu bapa. kerana perasaan tidak bahagia akhirnta salah mengambil tindakan, seperti mengkonsumsi dada, alkohol, makrempit, bunuh diri dan lainnya.

6- Jika sesuatu itu merbahaya dan merosakkan individu sepatutnya selalu mengambil berat dan memikirkannya. Umpamanya selalu memikirkan orang yang kita cintai telah pergi untuk selamanya. Ini merupakan idea yang tidak rasional.

7- Lebih senang lari dari kesulitan dan tanggung jawab dari pada menghadapinya.

8- Kebergantungan terus menerus terhap orang lain selin individu sendiri termasuk ibu bapa, saudar, kawan dan lainnya. Ketika individu dalam kesorangan merasa tidak dapat berbuat apa-pun termasuk mengambil keputusan. Perkara seperti ini akan mendatangkan reaksi negetip terhadap penilaian kendiri.

9- Pengaruh pristiwa masa lalu. Mungkin sukar pengaruh masalalu tetapi ia tidaklah mustahil untuk mengubahkannya seperti pecandu alkohol. Masa lalu bukan satu alasan untuk merobah sikap.

10- Individu sangat megambil berat dan merasa susa hati dengan masalah orang lain.

11- Selalu ingin setiap masalah diselesaikan dengan sempurna. sedangkan tak setiap masalah boleh diselesikan dengan sempurna.

Sebelas pemikiran yang tidak rasional disebutkan itu merupakan punca yang menimbulkan problem dikalangan remaja serta mengancam daya tahan dan semangat juang untuk terus bertahan hidup menjadi generasi sebagai mana yang diharapkan.

Ellis menciptakan formula tentang prinsip gangguan emosi berdasarkan konsep A-B-C-D dan E
-A, (pristiwa).Contoh kes; fatimah fatimah dimarahi bosnya, kernana melakukan sesuatu yang semestinya majikan fatimah tak perlu marah-marah, kerana bagi fatimah masalh itu bukanlah besar sangt.

-B, (kepercayaan).Persepsi yang yang di rasakan oleh fatimah majikannya betul-betul benci kepada dia buktinya kesalahan sedikit sahaja ia marah dan cakap yang bukan-bukan.

-C, (emosi yang terhasil)Fatimah merasa ia tidak dihargai, tidak dilayani sebagai mena semestinya seorang manusia, ia merasa terhina, merasa rendah diri beginilah kalau kerja dengan orang. Dan ia merasa seakan-akan hidup ini tak ada gunanya.

-D, (pertikaian)

antara kepercayaan yang dipersepsikan.
Fatimah membolak balik pemikirannya terhadap kejadian itu, kenapa bos boleh marah macam itu, mungkin ia sudah tak sukakan fatimah kerja ditempat dia, atau ia mencari alasan supaya fatimah lekas lari dari tempat kerja ini.

-E, (emosi normal).Sebetulnya menurut emosi yang normal Fatimah jangan berfikir yang bukan-bukan, bos marah bukan disebabkan ia tak sukakan Fatimah, bukan ia tidak menghargai Fatimah tapi bos marah dikerana ia betul-betul menjaga kualiti produk kerja jangan sampai dibawah standard, kalau sarikat yang rugi semua pekerja akan menerima dampaknya. Bukan bererti bos marah untuk menjelek-jelek para pekerjanya.




PROSES DAN MATLAMAT TEORI R-E-T DALAM KAUNSELING

Tertapi RET menolong klien mengakui perasaan dan tingkahlakunyayang tidak sesuai, menerima tanggung jawab di atas ketidak sesuaian itu dan menentukan punca penyebab masalahnya. RET juga member langkah-langkah dalam menolong klien untuk meninggalkan idea yang tersilap, sebagai berikut:

Langkah pertama, ialah menunjukan kepada klien bahawa ia tidak logik, menolongnya memamahami bagai mana dan mengapa dan mengapa mereka menjadi begini. Kaunselor juga menunjukkan hubungan antara idea yang tidak rasional dengangan gangguan yang emosi yang dialami hingga klien merasakan hidup tidak bahagaia. Dengan berbiat demikian klien menjadi sedar keadaan yang dihadapi untuk memperbaiki fungsi gangguan emosi. Tambahan pulan celik akanl yang diperolehi dapat menolong klien mengurangkan rasa tidak berdaya dan sedih dengan menunjukkan kepada mereka bahawa mereka bukanlah mengsa kepada kuasa luaran tetapi mereka boleh mengawlnya. Celik akal ini juga mengahala klien untuk memahami hubungan antara nilai, sikap dan kata-kata ’sepatutnya’, ’seharusnya’ dan ’emestinya’. Yang telah menjadi sebati dengan diri seseorang yang selalu disarankan kepada diri sendiri sehingga menjadi idea yang tidak rasional.
Kaunselor perlu menerima maklum balas secara berterusan untuk menyemak sama ada klien benar-benar faham apa yang diajarkan oleh kaunselor . secara khususnya klien perlu menghayati tiga asas celik akal daram teori RET.

1- Idividu secara asas menyusahkan fikiran dan perasaan melalui kepercayaannya
2- Kesusahan pada masa kini tidak disebabkan oleh kesusahan sebelumnya.
3- Indivudu akan berfikir secara rasional jika ia menukar cara berfikir yang tidak rasional melalui cara bekerja dan cara memeperaktikkan tingkahlaku.

Langkah kedua, ialah menolongk klien mempercayai bahawa kepercayaan seseorang boleh dicabar dan diubah. Ini membenarkan klien meneroka pemikirannya secara logik dan menentukan jika pemikiran ini sesuai – iaitu yang menyeronokkan atau atau yang dapat menolongnya mengubah situasi yang boleh dipertikaikan atau tidak sesuai dan mendatangkan ketidak selesaan dalam hidup.
Kaunselor akan memeprtikaikan idea klien yang tidak rasional secara terus menerus. Kaedah mempertikaikan ini adalah mengguna cara menyoal dan mencabar keesahan idea yang dipegang oleh klien tentang dirinya. Melalui proses ini kaunselor cuba mengajar klien mempertikaikan sendiri cara ia berfikir agar ia dapat mencapai matlamat betfikir secara rasional dengan sendiri.

Langkah akhir, melibatkan menolong klien pergi lebih dari mencabar idea yang tidak rasional iaitu mengindoktronasikan semuala secara rasional. Ini termasuk menangani idea yang tidak rasional yang utama juga membina falsafah hidup yang lebih rasional untuk mengelak ia menjadi mangsa pemikiran yang tidak rasional. Falsafah hidup melibatkan megnaganti sikap yang tidak rasional kepada yang rasional yang menolong menhilangkan emosi negatif yang mengganggu, dan tingkahlaku yang merosak diri.

TEKNIK DAN PROSEDUR R-E-T
RET membenarkan kaunselor megngunakan teknik secara fleksibel. Kaunselor boleh menggunakan teknik dan prosedur secara elektrik. Kesemua teknik tingkahlaku boleh digunakan oleh kaunselor RET. Tambahan itu Ellis menggunakan berbagaikaedah megajarklien seperti menggunakan pamlet, buku, perakam kaset, filem, projektor, komputer danlainnya. Untuk menunjukkan pemikiran tidak rasional klien yang mengganggu kehidupannya. Ellis mengakui bahawa terdapat pelbagaik teknik unutk mengaubah manusia dan didalam RET teknik utama yang dicadang kan ialah megnajar secara aktif dan direktif.
Ellis merasakan teknik seperti kartarsis, analisis mimpi, perkaitan bebas, interpretasi penentangan dan analisis transferen berjaya membantu klien mengenali pemikirannya yang tidak rasional tetap mengambil masa yang lama. Hubungan yang diwujudkan antara kaunselor dan klien secara hubungan menyokong digunakan pada peringkat permulaan proses kaunseling, untuk klien merasa ia dihormati dan dapat meluahkan prasaan.
Selepas itu kaunselor RET mula memainkan peranan yang aktif dari segi mengajar semula klien. Kaunselor menunjukkan punca ketidakrasionalan pemikiran yang menjadi gangguan hidupnya. Klien ditunjukkan ayat-ayat yang tidak rasional dan tidak logik yang selama ini telah dihayati oleh klien. Kaunselor akan cuba membuangkan idea-idea ini dari pemikiran klien, menunjukkan bagaimana berfikir semula, mencabar untuk membuat pemikiran yang dihayati adalah yang lojik dan rasional.
Ellis juga menekankan penggunaan tugasan kerja rumah yang diberi oleh kaunselor. Kerja rumah ini termasuk memberi kerja untuk dicuba oleh klien di luar sesi, menggalakkan klien mengambil resiko atau membiarkan klien merasa gagal semasa mencuba sesuatu tingkahlaku. Ini dapat membuatkan klien:

4- Mempertikaikan idea bahawa kegagalan bukanlah suatu yang dahsyat.
5- Bagaimana menangani perasaan kegagalan dengan berfikir lebih positif
Kerja rumah juga termasuk melakukan kerja-kerja kognitif seperti membaca bahan khusus seperti borang menolong sendiri untuk menganalisis konsep ABC dan bekerja kearah mempertikaikan pemikiran yang tidak rasional. Hasilnya klien diharapkan dapat mengantikan falsafah yang tidak rasional kepada yang rasional dan logik. Tambahan itu kaunselor mengarah klien kepada idea-idea utama yang tidak rasional yang telah menjadi budaya pemikiran masyarakat dan memberikan idaea yang rasional serta menewrkan perlindungan kepada gangguan pada masa akan datang.

TERAPI BERPUSAT KLIEN (Client Centered Teraphy)

Terapi berpusat pada klien (Client Centered Teraphy) merupakan salah satu teknik alternatif dalam praktik pekerjaan sosial, terutama bagi terapis yang tidak begitu menguasai secara baik beberapa teori dan praktik pekerjaan sosial, walaupun begitu bukan berarti tanpa tantangan dan keahlian yang spesific. Beberapa teori dan praktik pekerjaan yang bersifat dasar tetap menjadi kebutuhan mutlak dalam teknik terapi ini. Tulisan ini akan berusaha menjelaskan tentang latarbelakang historis terapi client centered, beberapa asumsi dasar, prinsip, tujuan dan teknik serta proses terapi client centered.


1. Latar Belakang Historis Terapi Client Centered
  • Terapi Client Centered dipelopori oleh Carl R . Rogers sebagai reaksi terhadap apa yang disebutnya sebagai keterbatasan-keterbatasan mendasart dari psikoanalisis;
  • Pada hakikatnya pendekatan Client Centered merupakan cabang khusu dari terapi Humanistik yang menggaris bawahi tindakan mengalami klien berikut duni subjektif dan fenomenalnya;

2. Beberapa Asumsi Dasar Terapi Client Centered
  • Individu memiliki kapasitas untuk membimbing, mengatur, mengarahkan, dan mengendalikan dirinya sendiri apabila ia diberikan kondisi tertentu yang mendukung
  • Individu memiliki potensi untuk memahami apa yang terjadi dalam hidupnya yang terkait dengan tekanan dan kecemasan yang ia rasakan.
  • Individu memiliki potensi untuk mengatur ulang dirinya sedemikian rupa sehingga tidak hanya untuk menghilangkan tekanan dan kecemasan yang ia rasakan, tetapi juga untuk memenuhi kebutuhan diri dan mencapai kebahagiaan.
3. Prinsip-Prinsip dalam Terapi Client Centered
  • Kita berperilaku sesuai dengan persepsi kita terhadap realitas. Berkaitan dengan hal ini, untuk memahami masalah klien, maka kita harus benar-benar memahami bagaimana ia mempersepsikannya.
  • Kita termotivasi oleh dorongan primer bawaan lahir yang berupa dorongan untuk mengaktualisasikan diri. Secara otomatis individu akan mengembangkan potensinya dalam kondisi-kondisi yang mendukung. Kondisi-kondisi ini dapat diciptakan dalam terapi dan oleh karena itu, terapis harus bersikap nondirektif.
  • Individu memiliki kebutuhan dasar akan cinta dan penerimaan. Dalam terapi, hal ini diterjemahkan sebagai adanya kebutuhan untuk fokus pada hubungan (antara terapis dan klien-red) dan pengkomunikasian empati, sikap menghargai, dan ketulusan dari terapis.
  • Konsep diri individu bergantung pada penerimaan dan penghargaan yang ia terima dari orang lain. Konsep diri klien dapat ia ubah apabila ia mengalami penghargaan positif tanpa syarat (unconditional positive regard) dalam terapi.
4. Tujuan Terapi Client Centered

a. Keterbukaan pada Pengalaman
Sebagai lawan dari kebertahanan, keterbukaan pada pengalamam menyiratkan menjadi lebih sadar terhadap kenyataan sebagaimana kenyataan itu hadir di luar dirinya.
b. Kepercayaan pada Organisme Sendiri
Salah satu tujuan terapi adalah membantu klien dalam membangun rasa percaya terhadap diri sendiri. Dengan meningknya keterbukaan klien terhadap pengalaman-pengalamannya sendiri, kepercayaan kilen kepada dirinya sendiri pun muali timbul.
c. Tempat Evaluasi Internal
Tempat evaluasi internal ini berkaitan dengan kepercayaan diri, yang berarti lebih banyak mencari jawaban-jawaban pada diri sendiri bagi masalah-masalah keberadaannya. Orang semakin menaruh perhatian pada pusat dirinya dari pada mencari pengesahan bagi kepribadiannya dari luar. Dia mengganti persetujuan universal dari orang lain dengan persetujuan dari dirinya sendiri. Dia menetapkan standar-standar tingkah laku dan melihat ke dalam dirinya sendiri dalam membuat putusan-putusan dan pilihan-pilihan bagi hidupnya.
d. Kesediaan untuk menjadi Satu Proses.
Konsep tentang diri dalam proses pemenjadian merupakan lawan dari konsep diri sebagai produk. Walaupun klien boleh jadi menjalani terapi untuk mencari sejenis formula guna membangun keadaan berhasil dan berbahagia, tapi mereka menjadi sadar bahwa peretumbuhan adalah suatu proses yang berkesinambungan. Para klien dalam terapi berada dalam proses pengujian persepsi-persepsi dan kepercayaan-kepercayaannya serta membuka diri bagi pengalaman-pengalaman baru, bahkan beberapa revisi.


5. Beberapa Elemen Pokok dan Proses Terapi

Pada tahun 1957, Rogers mengajukan elemen-elemen berikut ini yang ia yakini merupakan elemen-elemen atau kondisi-kondisi pokok yang diperlukan untuk mendapatkan hasil terapi yang positif, yakni :
  • Terapis bersikap tulus dan kongruen dalam hubungan itu.
  • Terapis merasakan penerimaan tanpa syarat terhadap kliennya.
  • Terapis memiliki pemahaman empatik terhadap pola pikir klien.
  • Setidaknya klien mempersepsikan ketiga hal di atas, meski tidak sepenuhnya.
Proses terapi dan konseling dalam pendekatan client-centered pada dasarnya adalah sebagai berikut:
  • Terapis dan klien membangun kontrak konseling yang bersifat mutual (saling).
  • Terapis menampilkan suatu sikap dalam hubungan yang dicirikan dengan kondisi-kondisi pokok (seperti yang disebutkan di atas).
  • Kapasitas klien yang terbesar untuk menyelesaikan masalah dilepaskan karena dia bebas dari kecemasan dan keraguan yang menghalangi potensinya selama ini.
Untuk aliran person-centered, penanganan yang ditujukan kepada kelompok hanya diterima oleh sebagian kalangan pekerja sosial. Pekerjaan sosial telah memiliki sejarah panjang dalam menangani klien kelompok, jauh sebelum prinsip-prinsip person-centered diaplikasikan dalam bidang penanganan kelompok ini. Aplikasi utama dari prinsip-prinsip teori person-centered untuk penanganan kelompok adalah kelompok pertemuan atau yang disebut dengan Kelompok T (T-group), sebagaimana yang dikembangkan oleh Rogers (1970).
Rogers (1970) mencatat hal-hal berikut ini sebagai hal yang penting untuk tercapainya proses perubahan dalam kelompok:
  • Iklim yang menciptakan rasa aman
  • Perasaan dan reaksi yang diekspresikan dengan segera
  • Saling percaya
  • Perubahan sikap dan perilaku
  • Pengertian dan keterbukaan
  • Umpan balik
  • Inovasi, perubahan dan risiko
  • Penerapan apa yang telah dipelajari dalam kelompok terapeutik ke situasi lain
Banyak hal di atas yang dianggap sebagai elemen penting dari proses saling membantu sebagaimana yang terjadi dalam kelompok tersebut (Shulman, 1979). Begitu pula, deskripsi berikut ini yang memuat tentang tujuan-tujuan sang terapis yang memimpin kelompok (Beck, 1974), yang juga sesuai dengan orientasi para pekerja sosial yang menangani kelompok:
  1. Fasilitasi anggota kelompok untuk bertanggung jawab atas diri mereka sendiri dalam segala cara yang realistis
  2. Klarifikasi dan penyelesaian masalah serta konflik dengan suatu proses pemahaman terhadap diri sendiri dan pengembangan pemahaman empatis terhadap orang lain
  3. Pengakuan atas diri klien sebagaimana adanya dan pengakuan atas realitas yang ia hadapi, sebagaimana ia mempersepsikannya
  4. Upaya untuk menujukkan sikap yang tidak menghakimi demi membantu klien untuk menggali dan melakukan refleksi terhadap dirinya sendiri
  5. Pengakuan atas pentingnya sedapat mungkin mempertahankan kejelasan pandangan, perasaan, dan reaksi terapis sendiri sementara ia berada dalam hubungan terapeutik
Apabila pemimpin kelompok (terapis-red) menciptakan kondisi-kondisi dasar seperti di atas, maka terbukti bahwa hal itu akan berdampak positif untuk meningkatkan proses eksplorasi diri klien (O’ Hare, 1979).
Dengan ciri adanya tujuan terapeutik dari kelompok pertemuan tersebut dan adanya fokus tetap pada individu-individu dalam kelompok, maka kelompok tersebut paling tepat disebut sebagai model remedial dalam pekerjaan sosial kelompok. Bagaimanapun, banyak prinsip-prinsip dasar dan beberapa teknik yang lebih mirip dengan model resiprokal dalam pekerjaan sosial kelompok. Beberapa aspek, seperi adanya kepatuhan pada prinsip demokratis, adalah terkait dengan prinsip umum pekerjaan sosial yang menangani kelompok. Baru-baru ini, beberapa peneliti mengajukan argumentasi bahwa mungkin ada beberapa kesesuaian antara aktivitas penstrukturan proses kelompok dan nondirectiveness (penanganan klien dengan member klien tersebut kesempatan untuk menentukan sendiri apa yang terbaik baginya –red) (Coughlan & McIlduff, 1990). Ini memberi kesempatan agar pekerjaan sosial kelompok dapat digunakan lebih banyak lagi, misalnya untuk klien dengan tingkat keberfugsian rendah atau klien yang datang bukan atas kemauan sendiri (Foreman, 1988; Patterson, 1990).



Sumber Bacaan:
  • Gerald Corey, Teori dan Praktek Konseling dan Psikoterapi (terjemahan), Bandung: PT Refika Aditama, 2009;
  • Francis J. Turner, Social Work Treatment: Interlocking Theoretical Approach, 4th ed., 1996